• PROSPEKTIF PUBLIC RELATIONS MELALUI PERSPEKTIF AL-QUR'AN

    Public Relations merupakan salah satu bagian struktural sekaligus fungsional dalam sistim manajemen sebuah organisasi, baik organisasi profit oriented ataupun organisasi nirlaba. PR juga dikatakan sebagai corong informasi perusahaan, ini karena ia memiliki posisi sebagai Boundary Spanner (Grunig and Hurt), yaitu ia berada di antara batasan manajemen pusat dengan divisi-divisi lain di dalam organisasi terkait, posisi ini membuat PR dapat melakukan akses langsung untuk mengetahui, mengolah, mengatur, dan menyelesaikan isu-isu yang berada di dalam organisasinya, baik isu-isu yang hanya berkaitan dengan publik internal perusahaan maupun isu-isu yang berkaitan dengan publik eksternalnya. Sederhananya, seorang PR memiliki kesempatan wewenang untuk membuat organisasi yang dinaunginya (menaunginya) dikenal baik karena baik, dikenal baik meskipun tidak baik, atau dikenal buruk karena memang buruk. 

    Ivy Ledbetter Lee yang dikenal sebagai “Bapak Public Relations”, ia adalah putra seorang negarawan di Georgia – Amerika Serikat. Sejarah singkatnya, pada waktu Lee berprofesi sebagai wartawan, terjadi pemogokan kaum pekerja yang mengancam kelumpuhan sebuah industri batu bara. Melihat kejadian tersebut sense of journalism Lee tergugah untuk dapat melakukan sesuatu yang dapat menguntungkan kedua belah pihak, yakni antara pihak perusahaan dan para pekerja. Ia menawarkan gagasan kapada perusahaan batu bara tersebut dengan mengajukan dua syarat :

    1. Ia diperkenankan duduk sebagai salah satu orang dalam Top Management perusahaan.
    2. Ia memiliki wewenang penuh untuk memberikan informasi kepada pers semua fakta.

    Syarat pertama yang diajukan Lee dianggap sebagi hal yang revolusioner, karena pada waktu itu seseorang yang melakukan publikasi (wartawan) sama sekali dijauhkan dari jajaran atas sebuah industri besar di Amerika Serikat. Dan syarat kedua, yakni supaya apa-apa yang terjadi di dalam perusahaan disampaikan kepada pers sesuai dengan data dan fakta kala itu dianggap sebagai sesuatu yang unik. 

    Lee berhasil mendapatkan dua syarat yang diajukannya. Melalui kewenangannya Lee mampu menyelesaikan masalah dengan keterbukaan, kejujuran, dan kebenaran. Gagasan Lee yang ditampilkan adalah apa yang dinamakan olehnya sebagai “Declaration of Principles” yang memuat asas bahwa masyarakat dan pers tidak dapat diabaikan oleh manajemen perusahaan. Dengan Declaration of Principlesnya, Lee menegaskan bahwa di perusahaannya tidak terdapat hal-hal yang bersifat rahasia. Segalanya terbuka. “Tujuan kami adalah menyediakan berita. Perusahaan kami bukan biro iklan. Siapa saja yang menginginkan keterangan yang lengkap akan kami layani dengan senang hati.” Terang Lee kepada pers. Di zaman sekarang memang merupakan hal biasa, tapi bagi mereka yang hidup di awal abad 20 merupakan hal yang sensasional. (Prof.Drs.Onong Uchjana Effendy, M.A) 

    Sebagai seorang wartawan Lee benar-benar telah menjalankan sebuah filosofi Al-Qur’an tentang anjuran menyampaikan kebenaran dan kejujuran.
    “Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.” (Q.S Al-Hujurat, 49 : 6)

    Lee tampaknya benar-benar menyadari bahwasanya kejujuran akan memperbaiki kesalahan, sebaliknya ketidak jujuran hanya akan memperburuk bahkan mencelakakan pihak-pihak tertentu. Dalam situasi tersebut Lee menempatkan dirinya seolah sebagai wartawan yang apabila informasi yang diterima tidaklah benar, bisa jadi berita yang nantinya tersaji hanya akan mencelakakan perusahaan atau pihak-pihak lain. Karena itulah dengan informasi yang benar, pers akan menyajikan berita secara obyektif dan pada akhirnya akan menguntungkan perusahaan atau setidaknya tidak menyajikan berita yang memojokkan dan pada akhirnya merugikan perusahaan.

    Sebagai manusia, seorang public relations memiliki wewenang untuk memutuskan apakah yang akan dilakukannya menuai kebaikan atau keburukan. Menurut Abu Sangkan, di dalam diri manusia itu selain terdapat fisik yang terlihat dan fungsi fisik yang dapat dirasakan dan digunakan, ada bagian lain yang dikatakan sebagai substansi immaterial. Substansi inilah yang pekerjaannya mengurus seputar kata hati atau intuisi, hal ini tidak dapat dikendalikan oleh fisik maupun fungsi fisik. Pada akhirnya yang menentukan intuisi itu akan menghasilkan kebaikan atau keburukan adalah siapa yang pengaruhnya lebih dominan dalam diri kita, Tuhan atau Setan? Dari sanalah nantinya fisik memutuskan apa yang akan dilakukan oleh fungsi fisik. Jika intuisi dalam diri seorang PR adalah berasal dari Tuhan, maka sudah barang tentu apapun yang akan dilakukannya akan menuai kebaikan bagi organisasi itu sendiri dan bagi semua publiknya. Dan PR seperti inilah yang dibutuhkan kontribusinya dalam menghadapi kompleksnya masalah-masalah di dalam sebuah organisasi dewasa ini.

    Sedangkan Ralph Waldo Emerson menulis : Munculnya pebuatan yang tidak baik, yang dianggap sepele tidak hanya merusak titik kebaikan tertentu, akan tetapi seluruh wilayah kebaikan. Mereka ada dalam satu roh yang mengandung semuanya. Roh menuntut kesucian, namun kesucian bukanlah roh itu sendiri. Ia menuntut keadilan, namun ia bukan pula keadilan, ia menuntut kedermawanan, atau bahkan yang lebih baik lagi, sehingga akhirnya ada semacam penurunan dan bantuan yang dirasakan perlu ketika kita menghapus pembicaraan tentang moral untuk mendapatkan kebaikan yang diperintahkan roh. Bagi anak-anak yang terlahir dengan keadaan fitrah baik, kebaikan merupakan hal yang lumrah dan tidak susah diperoleh. Bertanyalah kepada nurani, dan manusia akan secara tiba-tiba akan menjadi orang baik.
    “Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya) maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan (jalan) ketaqwaan. Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang-orang yang mengotorinya.” (Q.S Asy-Syams, 91 : 7-10)

    Di zaman seperti ini, tidak berlebihan jika dikatakan menjadi seorang Public Relations merupakan salah satu profesi yang paling prospektif. Karena masalah-masalah yang dihadapi perusahaan-perusahaan yang sedemikian banyaknya semakin kompleks, dimana penyebabnya kebanyakan adalah manusia-manusia “zaman sekarang” itu sendiri. Menjadi seorang PR yang lebih memegang fungsi fungsionalnya bukan sekedar fungsi strukturalnya dengan segala kesempurnaan filosofi hidup di dalam Al-Qur’an tentu saja ini akan menjadi peluang besar bagi satu yang berbeda diantara seribu yang sama.

2 komentar:

  1. Bq dwi aulia mengatakan...

    andai saja artikelx lebih pendek..
    orang2 akan lebih terterik untuk membacanya..

  2. OReng Sampang mengatakan...

    suka :D

Posting Komentar